Kerajaan Demak – merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di Pulau Jawa. Selain itu, kerajaan tersebut memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam di daerah Nusantara. Mari simak lebih dalam latar belakang, para raja, hingga masa kejayaan Kerajaan Demak berikut ini.
Daftar Isi Artikel
Sejarah Kerajaan Demak
Adalah para mubalig Wali Songo yang berjasa dalam berdirinya Kerajaan Demak. Selama menyiarkan dan menyebarkan agama Islam, mereka berupaya memusatkannya di satu lokasi dan Demak yakni sentral yang kemudian dipilih di pesisir utara Jawa bab tengah. L
antas, atas santunan Wali Songo, khususnya Sunan Ampel, Raden Patah pun ditunjuk sebagai penyiar agama Islam di daerah Demak. Tak hanya itu, Raden Patah juga membuka pesantren yang berlokasi di Desa Glagah Wangi.
Tidak membutuhkan waktu usang hingga Desa Glagah Wangi mengundang minat masyarakat. Peran desa tersebut perlahan berubah dari sekadar pusat ilmu pengetahuan jadi pusat perdagangan. Ketika keberadaannya semakin dikenal dan besar, Desa Glagah Wangi pun berubah menjadi Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama yang berdiri di Pulau Jawa.
Kerajaan Demak resmi berdiri beberapa dikala sesudah keruntuhan Kerajaan Majapahit, yakni sekitar 1481 M atau 1403 tahun Saka. Majapahit sendiri kali terakhir dikuasai oleh Prabu Brawijaya V (Kertabumi) dan Demak merupakan kadipaten di bawah naungan kerajaan Hindu-Budha tersebut.
Letak Kerajaan Demak
Berdasarkan studi IAIN Walisongo, Jawa Tengah, pada 1974, ada tiga wilayah yang diprediksi menjadi letak Kerajaan Demak, antara lain:
- Bukti kesatu menyatakan tak ada bekas Kesultanan/Kerajaan Demak. Hasil penelitian ini mengungkapkan kalau kepentingan Raden Patah selama di Demak hanya menyiarkan agama Islam. Sementara tempat tinggalnya yakni rumah biasa alih-alih istana megah menyerupai yang dikatakan banyak pihak. Masjid yang dibangun Wali Songo pun hanya dianggap sebagai lambang kesultanan;
- Bukti kedua menyebutkan masjid persembahan Wali Songo terletak tak jauh dari istana. Keraton atau Kerajaan Demak diperkirakan ada di tempat yang kini jadi lokasi Lembaga Permasyarakatan (sebelah timur Alun-alun). Disebut-sebut pihak Belanda menghilangkan kesan keraton di tempat tadi. Anggapan tersebut didasarkan pada inovasi nama sitihingkil (setinggi), sampangan, pungkuran, betengan, dan jogoloyo;
- Bukti ketiga mengungkapkan letak istana/keraton berhadapan dengan Masjid Agung Demak; menyeberangi sungai dengan keberadaan dua pohon pinang. Banyak masyarakat yang masih percaya kalau di antara kedua pohon tersebut terdapat makam Kiai Gunduk.
Silsilah Raja-raja Kerajaan Demak
Setidaknya ada tiga raja besar yang dikenal dari Kerajaan Demak, di antaranya:
1. Raden Patah (1500-1518)
Dikenal juga sebagai Pangeran Jimbun, Raden Patah diberi gelar Sultan Alam Akbar al-Fatah dikala menjadi pemimpin Kerajaan Demak. Di bawah masa pemerintahannya Masjid Agung Demak didirikan di tengah Alun-alun Demak.
Selain itu, posisi kerajaan ini semakin penting kala Malaka jatuh ke tangan Portugis. Meski demikian, Raden Patah tidak ingin mengambil risiko besar dan mengutus putranya Pati Unus beserta armadanya pada 1513 untuk menyerang Portugis di Malaka. Sayangnya, serangan tadi tidak berbuah bagus alasannya kualitas persenjataan yang tak imbang.
2. Pati Unus (1518-1521)
Pati Unus serta-merta memegang pemerintahan Kerajaan Demak dikala Raden Patah wafat pada 1518. Kendati penyerangannya terhadap Portugis di Malaka gagal, Pati Unus tetap dianggap sebagai panglima perang gagah nan berani, sekaligus disegani masyarakatnya.
Bahkan ia mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor. Selepas perjalanan ke Malaka, Pati Unus merancang penyerangan selanjutnya ke Katir. Hal ini dilakukan untuk mengadakan blokade terhadap Portugis dan kali ini strateginya berhasil menciptakan para pendatang tersebut kekurangan stok makanan.
3. Sultan Trenggono (1521-1546)
Karena Pati Unus tidak mempunyai keturunan, maka tampuk kekuasaan jatuh ke tangan adiknya, Sultan Trenggono. Di bawah pemerintahannya pula Kerajaan Demak mengalami masa kejayaan. Selain dikenal sebagai pemimpin bijaksana, Sultan Treggono bisa memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Pada 1522, ia mengirimkan tentara kerajaan di bawah pimpinan Fatahillah ke Sunda Kelapa untuk mengusir Portugis.
Tak usang sesudah itu, Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta dan dikenal dengan nama Jakarta beberapa periode kemudian.
Masa Kejayaan Kerajaan Demak
Kerajaan Demak dikenal sebagai kerajaan terkuat di Jawa pada awal periode ke-16. Seperti yang telah disebutkan, Sultan Trenggono yakni sosok yang membawa kerajaan ini ke masa kejayaan. Bukan cuma Sunda Kelapa, wilayah-wilayah lain menyerupai Tuban, Madiun, Surabaya, Pasuruan, Malang, dan kerajaan Hindu terakhir di Jawa, Blambangan, berhasil dikuasai.
Sultan Trenggono juga melaksanakan ijab kabul politik lewat perjodohan Pangeran Hadiri dengan puterinya; Pangeran Paserahan dengan putrinya (lalu memerintah di Cirebon); Fatahillah dengan adiknya; Joko Tingkir dengan adiknya. Sultan Trenggono gugur selepas pertempuran menaklukkan Pasuruan pada 1946 dan posisinya lantas digantikan Sunan Prawoto.
Masa Keruntuhan Kerajaan Demak
Kekacauan di Kerajaan Demak mulai terjadi selepas wafatnya Sultan Trenggono. Sejumlah calon raja bertikai, di antaranya putra Sultan Trenggono, Sunan Prawoto, dan Arya Penangsang (putra Pangeran Sekar Ing Seda Lepen).
Sunan Prawoto membunuh adik tiri Sultan Trenggono, sementara itu Arya Penangsang mendapat santunan Sunan Kudus selaku gurunya untuk merebut takhta Demak. Dia juga mengirimkan Rangkud, anak buahnya, untuk membalas dendam atas kematian sang ayah.
Ada dua versi dongeng seputar pembunuhan Sunan Prawoto berdasarkan Babad Tanah Jawi. Kesatu, ia dibunuh sesudah mengakui kesalahannya pada Rangkud. Kedua, Rangkud sempat tubruk dengan Sunan Prawoto sesudah tak sengaja menikam istri sang sunan. Tak berbeda jauh, Arya Penangsangan juga menghabisi adipati Jepara beserta istri.
Ratu Kalinyamat, dibantu Joko Tingkir/Hadiwijaya beserta menantu Sultan Trenggono, mengangkat senjata untuk melawan Arya Penangsang. Ketika Arya Penangsang berhasil dihabisi, Kerajaan Demak pada alhasil jatuh ke tangan Pajang pada 1586.
Peninggalan Kerajaan Demak
Sejumlah peninggalan sejarah menjadi bukti dari keberadaan Kerajaan Demak. Sebagian di antaranya masih berdiri dan disimpan hingga sekarang, antara lain:
- Masjid Agung Demak. Bangunan ini yakni peninggalan yang paling populer dan menjadi saksi bisu kejayaan Kerajaan Demak. Masjid Agung Demak sempat mengalami beberapa kali renovasi dan dikenal akan keunikan gaya arsitekturnya yang sarat nilai filosofi;
- Pintu Bledek. Kata bledek yang berarti petir membuat peninggalan ini kerap disebut sebagai Pintu Petir. Adalah Ki Ageng Solo yang membuatnya pada 1466 sebagai pintu utama dari Masjid Agung Demak. Meski sudah tak dipakai lagi, Pintu Bledek masih sanggup dilihat pengunjung;
- Soko Tatal atau Soko Guru. Soko Guru merupakan tiang berdiameter 1 meter yang berperan sebagai penyangga masjid. Ada empat Soko Guru yang berdasarkan iktikad dibentuk Kanjeng Sunan Kalijaga untuk Masjid Agung Demak;
- Dampar Kencana. Dampar Kencana merupakan singgasana para raja/sultan yang pernah memimpin Kerajaan Demak. Peninggalan sejarah ini sempat dijadikan sebagai mimbar khotbah sebelum disimpan di Masjid Agung Demak.